Sabtu, 01 November 2014

MEMBANGUN INSAN KAMIL INDONESIA

Pendidikan sudah barang tentu sangat berbeda dengan training atau workshop. Jika dalam training atau workshop hanya mengembangkan aspek-aspek tertentu dari berbagai kekurangan sesuai dengan Training Need Assasement (Peneliain kebutuhan Training) maka pendidikan adalah mengembangkan semua potensi (kecerdasan holistic) sehingga outcome pendidoikan kita adalah manusia yang utuh dengan potensi-potensi kemanusiaannya. Artinya pendidikan hendapknya membangun manusia seutuhnya, insan kamil. Pendidikan Indonesia hendaknya menjadikan peserta didik sebagai Insan kamil Indonesia. Sejak konsep pendidikan berorientasi pada pasar, tuntutan ekternal, aspek-aspek pendidikan ideal menjadi terlupakan. Pendidikan berubah menjadi pembentuk mur dan baud untuk dipasangkan di berbagai mesin-mesin industri (dari berbagai industri barang dan jasa). Ketika tuntutan external mencelotehkan globalisasi, maka ramai-ramai kurikulum pendidikan diorientasikan ke sana, dan melupakan pendidikan sebagai proses pembangunan sebuah bangsa secara utuh. Pendidikan diubah tidak lebih seperti BLK BLK (balai latihan kerja), training atau workshop, dan guru pada ahirnya peranannya direduksi menjadi sekedar trainer atau fasilitator, inilah tragedi pendidikan. Dalam konteks pendidikan Reduksi Peran Guru hanya sebagai fasilitator adalah sebuah tragedi Pendidikan., terutama pendidikan dasar dan menengah dimana Peserta didik sedang tumbuh dan berkembang yang membutuhkan model dan tokoh identifikasi. Pengetahuan dapat diambil dari mana saja, dari jalan mana saja, tetapi karakter tidak bisa diambil dari pinggir jalan begitu saja. Disinilah sesungguhnya peran guru sebagai “penyuluh budi”. Kurikulum 2013, yang sering diakronimkan sebagai kurtilas, dan kemudian diplesetkan menjadi Kurikulum tidak Jelas, karena ketidak jelasan perubahan yang signifikan antara Kurtilas dan KTSP. Kalau sekedar metoda dan pendekatan, ngapain ganti label kurikulum baru ? habis-habisin uang saja demikian sebagain pendapat yang melihat realitas berbagai aspek kurikulumj yang tetap sama dengan KTSP. Ada lagi yang berkomentar Kok inginnya serba melompat, peserta didik langsung pada tingkatan analisa, padahal ranah yang lebih rendah belum terpijak dengan kokoh, demikian mereka yang menyoroti proses yang digembar-gemborkan sebagai “Keunggulan Kurikulum 2013″ dengan 5 M nya. Dalam pandangan kami, Pendidikan pada hakekatnya adalah “Mengubah Arang menjadi Berlian”, sudah barang tentu menuntut berrbagai kondisi, tahapan proses yang satu menjadi landasan bagi lapisan diatasdnya, seperti proses membuat tembok yang kokoh, harus menahapi ranah pemikiran maupu ranah keterampilan dan spiritual secara bertahap. Seperti membangun gedung, mana mungkin langsung membangin wuwungannya. Pada diskusi di TIM dalam Focus Discussion, bertajuk “Mengajar Dengan cara beda” kami menyampaikan tahapan pembelajaran yang intinya guru harus mampu membumikan impian siswa (menggapai bintang) yang dibangun melalui tiap tahapan pembelajaran. Tahapannya adalah : 1. Motivasi (jadilah Bintang), Tahapan apersepsi setiap membuka pembelajaran selain berdoa untuk memperkokoh spiritual sebagai bangsa yang berketuhanan Yang Maha esa, Guru perlu juga membangun Impian-impian siswa, dimana impian-impian itu harus dibumikan dalam pembelajaran. Tujuan sesi ini adalah bagaimana setiap siswa dengan karakteristiknya masing-masing mampu membangun impiannya secara autentik dan original. Impian ini sebagai mercusuar dimana langkah riil setahap demi setahap diarahkan. Jadi Guru tidak sekedart membangun Impian kosong. 2. Kesadaran mengubah diri (Paradim Shift) Sepanjang pengalaman kami, pada realitasnya siswa memiliki kendala-kendala spesifik atau boleh jadi kendala kendala yang disebaut Shariati sebagai penjara manusia. Tugas guru dfisini adalah bagaimana membebaskan peserrta didik dari penjara-penjara tersebut. Keterkungkungan pada kondisi harus dicairkan, Guru melakukan bimbingan agar siswa “Out of The Box” , sehingga paradigma siswa dapat terbuka dan berubah. 3. Menahapi ranah berfikir (Taksonomi Bloom) dan ranah Produktif Pada proses selanjutnya, guru mulai menggarap kemampuan berfikir dengan membangun ranah-ranah berfikir dari ranah paling rendah menuju ranah lebih canggih. Katakanlah jika mengacu Taksonomi berfikir Bloom, maka guru “menggarap Siswa” dari ranah C1 hingga C6 secara bertahap melalui beragam metoda dan pendekatan, dapat melalui penugasan atau latihan (Drill). Pengembangan ranah berfikir juga harus memperhatikan perkembangan fisis dan terutama psikologis peserta didik. Jangan sampai terjadi jeneralisasi anatar siswa Sekolah dasar, dengan sekolah menengah, apalagi jika dipaksakan untuk menjadi seperti mereka yang telah sampai pada tyingkatan perguruan tinggi. Jangan memaksakan sikap kritis analitis dijejalkan kepada putra=putra bangsa yang harus berkembang dengan cerianya alam khatulistiwa. 4. Mengintegrasi secara kontekstual. Setelah Peserta mendapatkan dasar pemikiran sesui perkembangannya, Guru melangkah ke tingkatan lebih jauh mengintegrasikan kemampuan itu dengan realita yang ada dalam masyarakat, dalam dunia riil dengan menggunakan kemampuan berfikir Alternatif (De Bono) sehingga menghasilkan alternatif-alternatif baru, kaitan-kaitan baru dari pengetahuan yang dikonstruk oleh peserta didik. Tahapan ini menjadi penting untuk menjadikan peserta didik sebagai pencipta-pencipta, kreator-kreator baru dalam inovasi berbagai bidang kehidupan. Tahapan ini boleh jadi mengambil Langkah ATM (ambil, tiru, modifikasi) pada tahap awal yang pada tahapan pendidikan berikutnya dikembangkan menjadi inonasi dan original baru. 5. Penyempurnaan menjadi Insan Kamil (Berlian) yakni manusia yang sempurna dalam kemanusiaannya untuk menabur Rahmatan Lil ‘alamin. (Holistic). Semua kontek pembelajaran tetap harus berada pada bingkai kesadaran akan pemanfaatan dan mensukuri apa yang dianugerahkan Tuhan kepada Umat manusia. Anugerah tertinggi berupa kemampuan berfikir dan berkembang, berubah dan melakukan pengaturan terkait dengan alam semesta dan pertanggung jawaban hakiki nantinya, harus menjadi pijakan dalam semua tahapan pembelajaran. pengembangan kemampuan holistik integratif Ala Darwono ini, akan menjadikan peserta didik sebagai generasogenerasi holistic yang akan menabur nilai-nilai rahmatan lil alamin dalam kehidiupannya. Kami mendukung tekad Mendikdasmen Bpk. Anies Baswedan untuk mengevalusi kurikulum 2013. Dengan harapan kurikulum terevalusia itu benar-benar mampu menjadikan outcome pendidikan kita manusia seutuhnya, manusia Indonesia seutuhnya (Insan Kamil Indonesia). manusia Indonesia yang mampu mengelola Indonesia sebagai Megabiodiversity Country dalam berbagai pilarnya (sosial, budaya, alam, ekonomi, spiritual dll). Perilaku korup, anarkis, dan delinkers lainnya yang justru dilakukan oleh mereka yang telah menahapi ke puncak pengetahuan (para doktor, master mapun juga profesor) menunjukan bahwa pendakian kognisinya meninggalkan jauh kecerdasan sosial, emosional, spiritual dan jenis kecerdasan lainnya. Pendakian berbagai kecerdasana dan kemampuan juga harus tercermin dalam kurikulum pendidikan kita, dengan harapan semakin tinggi pendidikan kesempurnaan sebagai Insan Indonesia semakin nyata. Ada ilustrasi menarik saat diskusi Di Taman Ismail Marzuki, bahwa dari teka sampai Perguruan Tinggi kurikulum yang dipelajari sama , wudhu shalat dalam makna sama. dalama pandangan kami, meski yang dipelajari sama, namun ada pendakian spiritual yang berjenjang, pendidikan dasar, katakanlah pada syariat (kaifiyat), Menengah pada Jihad dan Penghayatan sedang apada p[erguruan Tinggi sampai pada hakikat philosofinya. Sehingga kualitas kearifan seseorang pun akan terlihat. Jangan sampai sudahj Sarjana, spiritual, emosional, san sosialnya masih seperti anak TK. Lah kepriben sih ? Mudah Mudahan ada manfaatnya.